Ujian final telah usai, perkuliahan semester 1 telah berakhir.
Tidak ada lagi tugas-tugas yang membebani pikiranku. Saat seperti inilah yang
ditunggu para mahasiswa. Lepas dari jeratan tugas yang mengikat selama kurang
lebih 4 bulan. Dan kini terbebas oleh jeratan itu, segera ingin melepas rindu
terhadap kampung halaman mereka. Namun tidak dengan aku, perasaan bebas itu
belum aku rasakan, satu hal yang belum lepas dari pikiranku yaitu “ IP”. Ya, dua
huruf itu yang masih menguasai pikiranku, tidak ada semangat untuk pulang
bahkan rindu terhadap keluarga dan kampung halaman seakan lenyap.
Pulang kampung tanpa membawa buah tangan itu tak lengkap rasanya,
tetapi buah tangan berupa makanan itu sudah biasa, aku ingin kepulanganku kali
ini tidak hanya memberi kesenangan pada lidah, tetapi juga pada hati mereka.
Namun, buah tangan itu tak kunjung ku dapat, mungkin butuh waktu 2 – 3 minggu.
Ah, bertahan di Medan dalam waktu yang tidak sebentar itu membosankan,
sementara persediaan uang pun hanya untuk 1 minggu. Bukan hanya itu, rasa rindu
ini tidak akan mungkin sanggup ditahan selama itu. Akhirnya, keputusan terakhir
adalah pulang ke kampung halaman dengan penantian. Tidak ada pilihan lain
kecuali pulang dan melepas rindu, aku tidak ingin mati karena merindu, lebih
baik bagiku mati karena penantian, ya menanti nilai- nilai hasil jerih payah
selama semester 1.
Hampa rasanya kepulanganku kali ini, tiada kesan yang ku berikan
kepada kedua orang tua, janjiku sewaktu dirantau dahulu pulang ke kampung
membawa kabar gembira, aku berhasil dengan IP semester 1 ku yang memuaskan
tidak dapat ku tepati. Maaf kan aku Ibu, Ayah..... pulang tanpa membawa apa
yang kalian tunggu selama 4 bulan ini. Tetapi
percayalah, bahwa aku telah bersungguh-sungguh menjalani kuliahku, telah
berusaha memaksimalkan kemampuanku, tidak ingin menyia- nyiakan kesempatan yang
telah pemerintah berikan. Aku ingat, dan akan selalu ingat bahwa aku kuliah
dibiayai negara. Yakinlah Ibu, Ayah .... kepercayaaan kalian kepada ku akan
tetap aku jaga. Untuk sementara waktu, aku belum bisa menunjukkan hasil
belajarku semester 1 ini kepada ini. Hal ini masih ku tangguhkan, sampai tiba
waktunya aku telah membuktikannya.
Berada di kampung dengan sekeliling orang- orang yang ku cinta
terasa begitu menyenangkan, hari- hari berlalu tanpa terasa membosankan. Walau
bayang-bayang dua huruf itu tak kunjung lepas dalam pikiran. Dikala sepi
menyapaku di suatu pagi, aku teringat pada sebuah peristiwa yang sangat
memilukan dan sakit untuk dikenang kembali. Pada hari Selasa, mata kuliah
Himpunan dan Logika. Aku tertegun dan hanya bisa pasrah dengan harapan Allah
masih memberiku kesempatan. Seorang dosen yang jarang masuk ke kelas, dan
ketika masuk langsung mengadakan ujian memponis aku dalam suatu percakapan
ketika beliau mengabsensi dan namaku dipanggil “ SRI OKTAPIANI”. “ Saya
Pak.....”, jawabku.
Tidak lama memanggil namaku beliau berkata kembali “ Saya lihat
kamu sudah dua kali absen ya?” . “ Maaf ya Pak, saya tidak absen, tetapi izin
karena ada keperluan dan acara Bidikmisi”, jawabku dengan sopan.
“ Ya, sama saja artinya kamu tidak hadir dalam mata kuliah saya”,
ucap si Dosen dengan tenang. Kemudian melanjutkan perkataannya “ Nah, kamu juga
belum ada maju ke depan pada mata kuliah saya, sudah 2 absen, tidak ada maju ke
depan kelas. Gimana ini? Paling maksimal nilai kamu 65. Apa lah itu kalau sudah
65!”
Dengan suara pelan teman- teman menjawab serempak “ E, Pak....”. “
Ya sudah, tahunya kalian. . . nilai itu bukan kemauan saya tetapi kalian yang
meminta sendiri”. Kata si Dosen.
Bagai petir menyambar, aku tak mampu berlindung dalam kata- kata.
Hanya 1 kalimat yang bisa aku keluarkan dalam hati “ Ya Allah... Aku pasrah”.
Setelah kelas usai, beberapa temanku yang bernasib sama denganku,
berlari mendatangi Dosen itu dan aku hanya melihat dari kejauhan mereka
membujuk Dosen itu berharap tidak diberi nilai E pada KHS mereka. Namun, si
Dosen tetap istiqamah pada perkataan beliau di kelas tadi bahwa “ Bukan saya
yang minta nilai itu, tetapi kalian, ada 1 pertemuan lagi, saya beri kesempatan
kepada kalian yang belum pernah maju ke depan untuk berlomba-lomba maju minggu
depan, itu pun kalau saya masuk”.
Ada 1 peluang lagi bagiku untuk merubah huruf E, walau belum pasti
minggu depan beliau datang, tetapi itu peluang tidak boleh dilewatkan.
Terimakasih ya Allah....
Seminggu aku mempersiapkan hanya untuk mata kuliah Himpunan dan
Logika, semangat merubah huruf E itu berkobar- kobar. Dalam do’a selalu
terpanjatkan “ Ya Allah, berikan Dosen itu kesehatan dan waktu yang luang agar
aku bisa merubah huruf itu”.
Harapan tak selamanya terwujud, manusia boleh berencana dan
berharap tetapi Allah juga yang menentukan. Hari ini cukup aku dan Allah yang
tahu perasaan dan hatiku. Si Dosen tidak datang. “ Ya Allah.. Aku pasrah”.
Aku tersadar dari lamunan itu, ketika terdengar olehku handphone
berdering. Langsung ku raih dan ku baca isi pesan singkat itu dari komting. “ Nilai
sudah sebagian keluar”.
Langsung saja aku layangkan 1 balasan pesan yang menanyakan perihal
nilaiku. Cukup lama menunggu balasan darinya, dan akhirnya balasan yang
ditunggu pun datang.
“ Ini nilai DPNA Sri : Semua praktikum A, Kimia, Biologi, Fisika B,
Bahasa Pemrograman B, B. Inggris Matematika A, dan Teori Bilangan C. Yang belum
keluar Kalkulus dan Himpunan Logika”
Tidak tahu harus bagaimana aku menanggapi penantian selama 3 minggu
ini aku tunggu- tunggu kehadirannya. Inilah jawaban penantian itu, ada satu
huruf yang membuat mata dan hati ini sakit, huruf C Teori Bilangan? Tetapi ada
yang lebih menyayat hati, Himpunan Logika? Huruf apalagi yang akan muncul?
Benarkah akan hadir huruf E, sehingga lengkap KHS ku nanti dengan semua huruf
A, B, C, dan E.
Pikiran- pikiran itu terus menghantuiku, menyita waktu untuk
sejenak merenung. Mengundang pertanyaan- pertanyaan yang tak semestinya hadir.
Kurangkah kerja keras dan perjuanganku? Untuk apa aku bersusah- susah
mengerjakan tugas hingga jam 3 pagi, melaksanakan tugas- tugas kuliah dengan
sungguh dan ikhlas. Sementara mereka yang santai dan selalu ada waktu jalan-
jalan itu bisa mendapatkan yang lebih dari aku. Apa ada yang salah dengan
caraku?
Ku biarkan pertanyaan- pertanyaan itu melayang- layang mencari
jawaban. Dalam setiap kesempatan di sepertiga malam aku mencari jawaban itu,
aku mengadu kepada Zat yang pantas untuk menampung isi hatiku. Mencurahkan isi
hati dalam isakan tangis. Hanya Dia yang Maha Mengetahui. Dia yang tahu aku,
Dia tidak pernah tidur bahkan lengah mengawasiku. Penilaian –Nya adil tanpa
pandang siapa orang itu. Dia lah yang lebih berhak menilai. “ Ya Allah, aku
serahkan semua urusanku pada- Mu. Aku niat kan kuliah ku karena-Mu mengharap
ridho- Mu. Aku telah berusaha memaksimalakn diriku, hasilnya terserah pada- Mu.
Aku tak ingin orang tuaku kecewa, karena kekecewaan mereka adalah kekecewaanku
juga. Engkau mampu membolak-balikkan hati manusia.Penillaianmu lebih adil
menurutku. Aku pasrah dengan segala ketentuan dan kehendak-Mu”. Sepenggal do’a
yang tidak pernah absen dalam setiap kesempatan menghadap-Nya.
Mungkin sebagian mahasiswa menganggap bahwa mendapat C dan E bukan
masalah yang berarti, apa susahnya sih
mengulang? Ya itu yang akan mereka katakan. Namun, bagiku C dan E adalah
malapetaka. Aku bertanggung jawab terhadap huruf itu, terhadap negara. Sebelum
semua terlambat, masih ada 1 harapan, yaitu sebuah keajaiban, nilai itu masih
di dalam DPNA dan belum terisi di KHS online. Masih ada peluang dan keajaiban
yang bisa merubah C menjadi A, merubah E menjadi A. Melalui kuasa- Nya
menggerakkan tangan manusia. Kata Allah “ Kunfayakun...”
Dahsyat!!! Terbukti. Ternyata keajaiban itu ada. Kuasa Allah itu
nyata. Aku memang tak pernah memungkiri adanya keajaiban, sebab ini memang
bukan kali pertama keajaiban itu datang dalam hidupku. Namun, saat ini
keajaiban itu datang kembali, do’a- do’a ku, curhatanku, keluh kesahku, suratku
ternyata dibalas oleh Nya. Tepat, saat KHS sudah bisa dibuka. Di saat itu pula
air mata ini menetes, bukan karena sedih atau kecewa, bukan. Melainkan takjub
akan kebesaran-Nya. Subhanallah...... . Bagaimana mungkin huruf C itu
berubah menjadi huruf A. dan ternyata... Ah! Himpunan dan Logika dapat A,
bukannya aku terponis dapat E. Bagaimana mungkin? Pertanyaan itu sempat
melayang dalam pikiranku. Namun, secepat kilat aku menenmukan jawabannya.
Allah. Dia dibalik semua ini, sangat mudah bagi- Nya melakukan ini. Bagi- Nya
merubah huruf C atau E menjadi A adalah pekara kecil, sebab Dia Maha Besar.
Bumi ini saja bisa Dia hancurkan dan bangkitkan. Apalagi nilai? Yang hanya
berupa huruf. Itu mudah!.
Narasumber : Penulis ( SRI OKTAPIANI )
BIODATA PENULIS
Nama saya Sri Oktapiani lahir pada tanggal 26 September 1994 di
Pasar XII. Bertempat tinggal di dusun Pasar XII, desa Suka Mulia, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Anak
pertama dari 4 bersaudara. Membaca, menulis, dan memasak adalah hobi saya. Riwayat
pendidikan, SDN 056616 Pasar XII Kota Lama ( 2000- 2006), MTsN Stabat (
2006-2009), MAN Stabat ( 2009- 2012). Saat ini pendidikan yang saya jalani
sebagai mahasiswa di kampus Universitas Negeri Medan jurusan Pendidikan
Matematika. Akun fb Sri Oktapiani. “ Bergerak untuk misi, berjuang demi visi”.
Allahu Akbar!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar