Rabu, 30 Oktober 2013

Fondest Memories Of Gray-White

Assalamu'alaikum teman-teman ana semua......











Bagaimana kabar antum/antunna disana, semoga senantiasa sehat dan dalam lindungan-Nya.
Bagaimana dengan kuliah dan pekerjaan Antum/Antunna sekarang? sibuk pastinya ya... 

Suatu ketika ana buka dan lihat photo-photo dalam folder ana, Ana teringat Antum/ antunna . Foto itu begitu lucu untuk dikenang. Namun dikala itu juga ana merindukan masa-masa itu, rindu dengan kehadiran kalian disini. Teringat masa-masa dimana kita saling bercanda tawa, berbagi, bersama. Teringat kelas kita yang selalu kompak karena Antum/Antunna. Ana putar kembali kenangan kita dalam sebuah tulisan dan gambar-gambar yang tak seberapa ini. Tapi ketahuilah bahwa ana membuat ini karena ana rindu kalian.... :)
Masa Kuliah Tak Seindah Masa Putih Abu-Abu " kebersamaan, kekompakan, keributan, kehebohan, dan tak lupa paling dahsyat adalah ke- PD an berfoto"

Family of XII IPA are my Love 




hahaha.... sampe naik-naik ke atas meja hanya mengharapkan wajahnya update di kamera 


Hihihihi................. ingat gak, ni moment waktu nunggu giliran tampil drama yang ditunda-tunda, bosen nunggu jadi gini deh akibatnya


Nah, kalau ini waktu ke Florida Beach kalau gak lupa moment kelas 2 nih bersama Bu Rina 


Yah... inilah artis tak kenal tempat, rela ngelesot di tanah untuk eksis 


mau pulang loh, gerimis- gerimis tapi sempat- sempatnya berfoto (geleng-geleng)


wah.... anak XI- IPA boyong semua nominasi juara. Siapa dulu wali kelasnya? wali kelas yang luar biasa. Bu Una, Miss U.... 
Mantap! Tetap solid ya?????????




Eh, mbk Tika ngapain tuh bawa-bawa kardus, mengganggu pemotretan saja 


 Liat foto ini jadi rindu Bu Ani, Insya Allah jika teman-teman ada waktu kita kesana lagi yuk,,,,

masih ingat ma foto ini? ini foto waktu  kita liburan semester kelas X di Gallery Rahmat Kebun Binatang Siantar bersama Bu Ani

Florida Beach

eat meat ball  together...... :)

Galerry Rahmat  



Jangan mencintai seseorang seperti bunga, kerana bunga mati kala musim berganti. Cintailah mereka seperti sungai, kerana sungai mengalir selamanya"


AKU MENCINTAIMU TEMAN-TEMANKU


Peringatan Hari Lingkungan Hidup Tahun 2011 " Forest : Nature at Your Service"


Alhamdulillah...... rasa syukur itu tak henti terucap dari mulut ini, ketika keinginan itu tercapai.
Mungkin bagi mereka Bukit Lawang itu biasa, tapi bagi saya yang belum pernah kesana, atau sebatas dengar- dengar ceritanya, bukit lawang itu amaizing!! (gak berlebih-lebihan memang begitulah kenyataannya) 





****

Tahun 2011 adalah kali pertama aku mengunjungi Bukit Lawang. Tepatnya tanggal 26-28 Mei 2011, 3 hari di bumi hijau itu ( saya masih ingat, karena kenangan itu masih tersimpan dalam Long Memory) . Nah, Ketika itu kami dari PMR MAN 1 Stabat berkesempatan ikut serta dalam acara Peringatan Hari Lingkungan Hidup, Jambore Kemah Hijau. Wah... dari namanya aja udah menarik. Suka banget saya dengan yang namanya kemah-kemah. Seru euy....Hehehe. Senang bercampur bangga karena ternyata hanya dari sekolah kami loh anggota PMR yang di undang... ( merasa bangga aja sebagai anggota PMR MAN 1 Stabat) .Wah,,,, seneng banget rasanya bisa berkunjung ke taman margasatwa para Orang Utan. I'm coming my friends......:D (eits.. hewan itu juga teman kita loh)
Kontingen PMR MAN 1 Stabat tiba dibumi Bukit Lawang

Lokasi perkemahan


Sedikit deskripsi tentang Bukit Lawang . Bukit Lawang Atau dikenal sebagai Tempat Wisata Alam Hijau Bukit Lawang Terletak di kabupaten langkat provinsi Sumatera utara terletak sekitar 68 kilometer dari sebelah barat laut kota binjai dan sekitar 80 km dari sekitar barat laut kota medan. Bukit Lawang sendiri masih bagian dari gunung leuser, dimana gunung ini merupakan daerah konversasi mawas. Disana ntuh hutannya masih terjaga, dengan segala  keanekaragaman flora dan fauna. Terutama monyet-monyet, wuih, banyak banget! Cocok deh kalau dijadikan tempat peringatan lingkungan hidup. 
Kami pergi bersama 11 anggota PMR, dan 1 pelatih serta 1 pembina. Diantara yang ikut serta itu ada saya ( Sri Oktapiani), ketiga Best Friend Atika Sulina, Siti Khadijah dan Destriana Annissa, ada Jannah dan Suhilama Sartika. Nah, dari gugus cowoknya ada Suma Wardana, Tomi, Evan, Bambang, Fikri, dan bang (Sss... sapa lah saya lupa namanya, hihi maaf). Tak lupa juga ada kak Boby sebagai pelatih kami, pelatih yang baik hati :). Dan bapak kami tercinta Pak Supri (We Love You so much). 
Dalam memperingati hari lingkungan hidup, tak seru rasanya kalau tidak ada perlombaan. Nah, teman.... ada beberapa lomba yang diadakan, diantaranya ; fotografi, pidato, nyanyi, ajang kreasi ( kerajinan tangan hasil daur ulang), ajang pentas seni. Diantara anggota PMR, kami juga mengikut sertakan diri dalam perlombaan itu, kami kirim personil terbaik kami, ada Siti Khadijah si Fotografer, Jannah si orator, dan Tomi si Gitaris bersama Siti dan Jannah berkolaborasi dalam 1 alunan lagu bertema Lingkungan.
kontingen ceweknya nih
( Suhilma, Destry, Jannah, Siti, Atika, Sri Okta)

Teman, masih panjang ceritanya ini hanya pembuka saja. Hari ini saya padakan disini lain waktu ana posting lagi deh, di jamin seru ceritanya. Okay!

HIJRAH MENUJU SETITIK CAHAYA

Bismillah......
1 kata mengantarkan aku kepada cahaya. Cahaya yang selama ini aku impikan, cahaya yang membawa perubahan, berhijrah dari masa Jahiliyah( Jahiliyah menurut versi penulis )  menuju Rahmat-Nya Insya Allah.
Ya Allah . . .
Karuniakanlah cahaya dalam hatiku
Cahaya dalam pendengaranku
Cahaya dalam penglihatanku
Cahaya dalam ucapan lisanku
Cahaya pada sisi kananku,
Cahaya pada sisi atasku,
Cahaya pada diri dan kepribadianku,
Dan perbesarlah karunia cahaya-cahaya itu bagiku.....
***
Ku pandangi cermin yang sedari tadi telah menjadi saksi hijrahku kepada-Nya. Hijrahnya seorang anak perempuan mencari cahaya, cahaya muslimah.
“ Cantik juga!”, kataku yang masih berhadapan dengan cermin.
“ Selamat datang kau di dunia barumu, kau siap menyambut dan melangkah. Ini lah kau, kau yang sekarang bukan yang dahulu. Bukan anak dengan pakaian sepotong, berjilbab tapi telanjang, berjilbab hanya untuk berpergian, berjilbab sesukamu  ”, menatap lekat cermin seolah cermin menjadi pendengar budiman.
Telah lama ku memimpikan ini, hingga tiba waktunya hal itu terwujud hanya dengan angka 1
1 kata “ Bismillah”
1 tekad “ karena Allah”
1 harapan “ wanita muslimah”
1 tujuan “ surga” 
Hal itu dapat terwujud (Alhamdulillah semua karena Rahmat dan Hidayah-Nya).
Ku pandang sekali lagi kearah cermin, dan memastikan bahwa aku benar-benar yakin dan akan tetap istiqamah terhadap jalan yang ku ambil.
“ Kamu tampak lebih cantik dan indah dengan kerudung itu, rambutmu akan selalu terlindungi dari teriknya matahari, kepalamu akan merasa lebih sejuk. Dan yakinlah bukan hanya itu, kamu akan terlindungi sebab Allah menjagamu lewat kerudungmu”, seolah kata-kata itu berasal dari bisikan cermin baik.
Nah,  Ada yang baik, maka ada yang buruk. Ada Adam maka tercipta Hawa, Allah tidak menciptakan sebatang kara, Karena Allah menciptakan semuanya berpasangan. Di sisi lain datang bisikan-bisikan setan, ini pasti bisikan cermin jahat. “ Apakah kamu yakin dengan kerudungmu itu? Apa kata orang nanti jika melihat kamu tiba- tiba berubah, terutama orang tuamu. Mereka mungkin akan shock melihat anaknya berubah. Apa kamu siap dengan olok-olokan orang tentang kerudungmu itu? Ku pikir kamu belum pantas mengenakannya, karena orang yang pantas mengenakannya adalah orang yang telah memiliki akhlak yang baik, bersikap sopan, lemah lembut. Sedangkan kamu apa? Masih suka marah, suka merajuk, kurang sopan, sombong. Tidak pantas menjadi seorang muslimah jika perangainya seperti kamu. Udah deh.... tunda aja dulu niatmu, tunggu sampai kamu benar-benar telah menjadi pribadi yang baik”.
Hatiku sekarang bergejolak, sedikit terhasut dengan kata-kata bisikan jahat itu. Bukannya telah ku pikirkan hal ini sebelumnya dan saat ini adalah waktu yang tepat. Waktu dimana aku akan segera mewujudkannya. Tidak akan mungkin aku menundanya, karena aku telah yakin.
“ Ketika kamu yakin, maka laksanakanlah! Sampai kapan kamu menunggu, menunggu akhlakmu baik? Sampai kapan? Di titik akhir hidupmu? Bagaimana jika di penghujung usiamu kamu belum sempat mewujudkannya?, akhlak dapat diperbaiki seiring engkau berhijab. . . bukankah itu indah? Kerudung itu yang akan menuntun akhlakmu, perlahan membawamu kepada perubahan menjadi lebih baik, walau terkadang manusia ada khilaf. Bukan manusia namanya jika tanpa khilaf. Hanya Allah yang sempurna dengan segala sifatnya dan hanya Rasulullah yang memiliki akhlakul karimah. Bukankah begitu?”, cermin baik itu menggugah batinku dan bersemangat untuk tidak menunda niatku.
“ Iya, kamu benar!”, jawabku dengan semangat dan senyuman bahagia bahwa saat ini, detik ini juga aku telah BERHIJRAH.
Ku teringat sebuah ayat yang pernah aku baca dan dengar tentang kewajiban hijab bagi perempuan mukminah, yaitu Surah Al-Ahzab [33]: 59. Nah, berikut terjemahannya
“ Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anka-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin,’ Hendaklah mereka menjulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ (Yang demikian itu) supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Bukankah berhijab itu kewajiban bagi perempuan, yang namanya wajib ya wajib artinya jika ditinggalkan maka berdosa. Seorang perempuan memang diharuskan berhijab dan menahan diri dari menampakkan perhiasan dan kecantikan bagi perempuan, terutama yang masih muda (gadis) lebih utama, dan menjauhkan dirinya dari sebab-sebab fitnah. Sungguh Allah Maha Penyayang, yang selalu memperhatikan kemashlahatan kaum perempuan sampai hal-hal terkecil sekalipun. Aku semakin mencintai –Mu wahai Rabbi...
Astaghfirullah.... jika ku mengingat kata-kata itu, betapa jahiliyahnya aku yang dulu. Hanya kepada- Mu ya Allah tempat ku berserah, ku bertobat atas segala kesalahan di masa lalu. Tapi sekarang cahaya-Mu telah ku raih dan akan ku genggam, pada genggaman hati yang tertaut pada-Mu.
Bergegas aku meninggalkan cermin, tak baik lama-lama berhadapan dengan cermin. Nanti bisikan jahat itu datang lagi pikirku.



" Kau Mahatahu kendala yang hamba hadapi. Berilah kemudahan urusanku, ya Allah. Berilah hamba kekuatan untuk menerima apa pun kehendak-Mu atas ujung ikhtiar hamba ini"

Tetap Semangat! Tetap Istiqomah!

Speechless! I Can't Speak


Assalamu'alaikum wr. wb
Sekedar berbagi dan mencurahkan isi hatiku malam ini, tiada kata yang dapat terucap dalam bibir ini, tak mampu untuk mengeluarkan suara. Rasanya lidah ini kelu dan ada sesuatu yang mengganjal sehingga satu kata pun tak mampu terucap. 
Setelah bosan dengan aktivitas membaca hari ini, ya... 1 hari ini hanya ku habiskan dengan membaca, selain membantu orang tua dan membereskan rumah. Sebenarnya nanggung kalau aku bilang ya... hanya tinggal beberapa halaman lagi aku bisa menamatkan isi buku itu, yah... tapi apa mau dikata. Ketika mata ini telah bosan, perut juga berdemo, akhirnya ku putuskan untuk menyudahi bacaanku yang ku niatkan untuk disambung setelah kupenuhi tuntutan jasmaniku, karena kurasa perut ini terus membrontak. 
Nah, setelah selesai ku pikir perutku telah tenang.... ingin rasa menyambung bacaan tadi. Eh, malah tangan ini meraih laptop dan mulai menyalakannya tanpa sadar telah ku colokkan si modem dan akhirnya aku malah buka tu facebook... (hahahah) dasar!
Saat pertama kali muncul layar beranda, mataku tertuju pada sebuah status Galau dari salah seorang teman 1 kelas di kampus yang isinya tu pasrah dengan sebuah hasil gak tau sih itu apa. Tapi waktu liat koment nya itu aha! aku tau..... langsung, tanpa pikir panjang dengan gesitnya dan berhubung juga ntah kenapa jaringan malam ini bagus ( biasanya lelet sih) ku chatt salah satu teman aku sebagai sumber kegalauannya itu. 
" Kenapa J dengan nilai MatStat kita, aku jadi deg- degan lah...."
yah,,, kata pertama memulai chattingku dengan s J. Beberapa detik kemudian muncul balasan yang tidak ku harapkan sebenarnya " gk papa say "
kecewa sih dengan jawaban itu, apa mungkin ada sesuatu yang sengaja dia sembunyikan sehingga aku tidak boleh tau... ah suuzon nih. Tak berhenti sampai disitu aku pun bertanya lagi " J,, kalau boleh tau nilai MatStatku apa?"
Perasaanku tak karuan ketika pertanyaan itu aku lontarkan, cemas dan gelisah mencoba menebak-nebak namun tak tertebak..... lama menunggu jawaban, sampai ku lihat dan ku perhatikan layar chattingan ku " sedang mengetik" dalam hati ( apa yang diketiknya kok ya lama kali aku gak sabar)
5 detik kemudian jawaban itu muncul di depan mata. Speechless........... memandangnya membuatku perih, seakan tak terima dengan kenyataan ini. Jelas itu terpampang dan aku tak salah melihat ada huruf " C " ya huruf C, aku mendapat nilai C pada mata kuliah Matematika Statistik. 
Ya Allah.... inikah jawaban doaku, , , ? terimakasih ya Allah.... Engkau telah memberikan yang menurut Engkau itu baik bagiku... :)
Keinginan hamba-Nya tak selalu seiring dengan keinginan-Nya. Hamba-Nya menginginkan selalu hasil yang terbaik, tetapi jauh dari itu Allah lebih mengetahui apa yang terbaik untuk Hamba-Nya. Dalam doa aku selalu meminta " Berikanlah kepadaku yang menurut-Mu itu yang terbaik". Yang terbaik menurutku belum tentu terbaik dimata Allah, dan yang terburuk dimataku belum tentu buruk dimata Allah. 
Yah,,,, mungkin ada hikmah dibalik ini semua, yang terpenting adalah bagaimana bisa merubahnya menjadi yang lebih baik di kedepannya.
Tapi walau pun begitu, aku masih mengharapkan suatu keajaiban yang tak mustahil datang..... seperti yang pernah kurasakan sebelumnya. Ya... masih terbuka peluang, tiada yang tak mungkin ketika Allah tlah Menghendaki itu. KUNFAYAKUN..............

PERKARA HURUF ITU MUDAH

Ujian final telah usai, perkuliahan semester 1 telah berakhir. Tidak ada lagi tugas-tugas yang membebani pikiranku. Saat seperti inilah yang ditunggu para mahasiswa. Lepas dari jeratan tugas yang mengikat selama kurang lebih 4 bulan. Dan kini terbebas oleh jeratan itu, segera ingin melepas rindu terhadap kampung halaman mereka. Namun tidak dengan aku, perasaan bebas itu belum aku rasakan, satu hal yang belum lepas dari pikiranku yaitu “ IP”. Ya, dua huruf itu yang masih menguasai pikiranku, tidak ada semangat untuk pulang bahkan rindu terhadap keluarga dan kampung halaman seakan lenyap.
Pulang kampung tanpa membawa buah tangan itu tak lengkap rasanya, tetapi buah tangan berupa makanan itu sudah biasa, aku ingin kepulanganku kali ini tidak hanya memberi kesenangan pada lidah, tetapi juga pada hati mereka. Namun, buah tangan itu tak kunjung ku dapat, mungkin butuh waktu 2 – 3 minggu. Ah, bertahan di Medan dalam waktu yang tidak sebentar itu membosankan, sementara persediaan uang pun hanya untuk 1 minggu. Bukan hanya itu, rasa rindu ini tidak akan mungkin sanggup ditahan selama itu. Akhirnya, keputusan terakhir adalah pulang ke kampung halaman dengan penantian. Tidak ada pilihan lain kecuali pulang dan melepas rindu, aku tidak ingin mati karena merindu, lebih baik bagiku mati karena penantian, ya menanti nilai- nilai hasil jerih payah selama semester 1.
Hampa rasanya kepulanganku kali ini, tiada kesan yang ku berikan kepada kedua orang tua, janjiku sewaktu dirantau dahulu pulang ke kampung membawa kabar gembira, aku berhasil dengan IP semester 1 ku yang memuaskan tidak dapat ku tepati. Maaf kan aku Ibu, Ayah..... pulang tanpa membawa apa yang kalian tunggu selama 4 bulan ini.  Tetapi percayalah, bahwa aku telah bersungguh-sungguh menjalani kuliahku, telah berusaha memaksimalkan kemampuanku, tidak ingin menyia- nyiakan kesempatan yang telah pemerintah berikan. Aku ingat, dan akan selalu ingat bahwa aku kuliah dibiayai negara. Yakinlah Ibu, Ayah .... kepercayaaan kalian kepada ku akan tetap aku jaga. Untuk sementara waktu, aku belum bisa menunjukkan hasil belajarku semester 1 ini kepada ini. Hal ini masih ku tangguhkan, sampai tiba waktunya aku telah membuktikannya.
Berada di kampung dengan sekeliling orang- orang yang ku cinta terasa begitu menyenangkan, hari- hari berlalu tanpa terasa membosankan. Walau bayang-bayang dua huruf itu tak kunjung lepas dalam pikiran. Dikala sepi menyapaku di suatu pagi, aku teringat pada sebuah peristiwa yang sangat memilukan dan sakit untuk dikenang kembali. Pada hari Selasa, mata kuliah Himpunan dan Logika. Aku tertegun dan hanya bisa pasrah dengan harapan Allah masih memberiku kesempatan. Seorang dosen yang jarang masuk ke kelas, dan ketika masuk langsung mengadakan ujian memponis aku dalam suatu percakapan ketika beliau mengabsensi dan namaku dipanggil “ SRI OKTAPIANI”. “ Saya Pak.....”, jawabku.
Tidak lama memanggil namaku beliau berkata kembali “ Saya lihat kamu sudah dua kali absen ya?” . “ Maaf ya Pak, saya tidak absen, tetapi izin karena ada keperluan dan acara Bidikmisi”, jawabku dengan sopan.
“ Ya, sama saja artinya kamu tidak hadir dalam mata kuliah saya”, ucap si Dosen dengan tenang. Kemudian melanjutkan perkataannya “ Nah, kamu juga belum ada maju ke depan pada mata kuliah saya, sudah 2 absen, tidak ada maju ke depan kelas. Gimana ini? Paling maksimal nilai kamu 65. Apa lah itu kalau sudah 65!”
Dengan suara pelan teman- teman menjawab serempak “ E, Pak....”. “ Ya sudah, tahunya kalian. . . nilai itu bukan kemauan saya tetapi kalian yang meminta sendiri”. Kata si Dosen.
Bagai petir menyambar, aku tak mampu berlindung dalam kata- kata. Hanya 1 kalimat yang bisa aku keluarkan dalam hati “ Ya Allah... Aku pasrah”.
Setelah kelas usai, beberapa temanku yang bernasib sama denganku, berlari mendatangi Dosen itu dan aku hanya melihat dari kejauhan mereka membujuk Dosen itu berharap tidak diberi nilai E pada KHS mereka. Namun, si Dosen tetap istiqamah pada perkataan beliau di kelas tadi bahwa “ Bukan saya yang minta nilai itu, tetapi kalian, ada 1 pertemuan lagi, saya beri kesempatan kepada kalian yang belum pernah maju ke depan untuk berlomba-lomba maju minggu depan, itu pun kalau saya masuk”.
Ada 1 peluang lagi bagiku untuk merubah huruf E, walau belum pasti minggu depan beliau datang, tetapi itu peluang tidak boleh dilewatkan. Terimakasih ya Allah....
Seminggu aku mempersiapkan hanya untuk mata kuliah Himpunan dan Logika, semangat merubah huruf E itu berkobar- kobar. Dalam do’a selalu terpanjatkan “ Ya Allah, berikan Dosen itu kesehatan dan waktu yang luang agar aku bisa merubah huruf itu”.
Harapan tak selamanya terwujud, manusia boleh berencana dan berharap tetapi Allah juga yang menentukan. Hari ini cukup aku dan Allah yang tahu perasaan dan hatiku. Si Dosen tidak datang. “ Ya Allah.. Aku pasrah”.
Aku tersadar dari lamunan itu, ketika terdengar olehku handphone berdering. Langsung ku raih dan ku baca isi pesan singkat itu dari komting. “ Nilai sudah sebagian keluar”.
Langsung saja aku layangkan 1 balasan pesan yang menanyakan perihal nilaiku. Cukup lama menunggu balasan darinya, dan akhirnya balasan yang ditunggu pun datang.
“ Ini nilai DPNA Sri : Semua praktikum A, Kimia, Biologi, Fisika B, Bahasa Pemrograman B, B. Inggris Matematika A, dan Teori Bilangan C. Yang belum keluar Kalkulus dan  Himpunan Logika”
Tidak tahu harus bagaimana aku menanggapi penantian selama 3 minggu ini aku tunggu- tunggu kehadirannya. Inilah jawaban penantian itu, ada satu huruf yang membuat mata dan hati ini sakit, huruf C Teori Bilangan? Tetapi ada yang lebih menyayat hati, Himpunan Logika? Huruf apalagi yang akan muncul? Benarkah akan hadir huruf E, sehingga lengkap KHS ku nanti dengan semua huruf A, B, C, dan E.
Pikiran- pikiran itu terus menghantuiku, menyita waktu untuk sejenak merenung. Mengundang pertanyaan- pertanyaan yang tak semestinya hadir. Kurangkah kerja keras dan perjuanganku? Untuk apa aku bersusah- susah mengerjakan tugas hingga jam 3 pagi, melaksanakan tugas- tugas kuliah dengan sungguh dan ikhlas. Sementara mereka yang santai dan selalu ada waktu jalan- jalan itu bisa mendapatkan yang lebih dari aku. Apa ada yang salah dengan caraku?
Ku biarkan pertanyaan- pertanyaan itu melayang- layang mencari jawaban. Dalam setiap kesempatan di sepertiga malam aku mencari jawaban itu, aku mengadu kepada Zat yang pantas untuk menampung isi hatiku. Mencurahkan isi hati dalam isakan tangis. Hanya Dia yang Maha Mengetahui. Dia yang tahu aku, Dia tidak pernah tidur bahkan lengah mengawasiku. Penilaian –Nya adil tanpa pandang siapa orang itu. Dia lah yang lebih berhak menilai. “ Ya Allah, aku serahkan semua urusanku pada- Mu. Aku niat kan kuliah ku karena-Mu mengharap ridho- Mu. Aku telah berusaha memaksimalakn diriku, hasilnya terserah pada- Mu. Aku tak ingin orang tuaku kecewa, karena kekecewaan mereka adalah kekecewaanku juga. Engkau mampu membolak-balikkan hati manusia.Penillaianmu lebih adil menurutku. Aku pasrah dengan segala ketentuan dan kehendak-Mu”. Sepenggal do’a yang tidak pernah absen dalam setiap kesempatan menghadap-Nya.
Mungkin sebagian mahasiswa menganggap bahwa mendapat C dan E bukan masalah yang berarti,  apa susahnya sih mengulang? Ya itu yang akan mereka katakan. Namun, bagiku C dan E adalah malapetaka. Aku bertanggung jawab terhadap huruf itu, terhadap negara. Sebelum semua terlambat, masih ada 1 harapan, yaitu sebuah keajaiban, nilai itu masih di dalam DPNA dan belum terisi di KHS online. Masih ada peluang dan keajaiban yang bisa merubah C menjadi A, merubah E menjadi A. Melalui kuasa- Nya menggerakkan tangan manusia. Kata Allah “ Kunfayakun...”
Dahsyat!!! Terbukti. Ternyata keajaiban itu ada. Kuasa Allah itu nyata. Aku memang tak pernah memungkiri adanya keajaiban, sebab ini memang bukan kali pertama keajaiban itu datang dalam hidupku. Namun, saat ini keajaiban itu datang kembali, do’a- do’a ku, curhatanku, keluh kesahku, suratku ternyata dibalas oleh Nya. Tepat, saat KHS sudah bisa dibuka. Di saat itu pula air mata ini menetes, bukan karena sedih atau kecewa, bukan. Melainkan takjub akan kebesaran-Nya. Subhanallah...... . Bagaimana mungkin huruf C itu berubah menjadi huruf A. dan ternyata... Ah! Himpunan dan Logika dapat A, bukannya aku terponis dapat E. Bagaimana mungkin? Pertanyaan itu sempat melayang dalam pikiranku. Namun, secepat kilat aku menenmukan jawabannya. Allah. Dia dibalik semua ini, sangat mudah bagi- Nya melakukan ini. Bagi- Nya merubah huruf C atau E menjadi A adalah pekara kecil, sebab Dia Maha Besar. Bumi ini saja bisa Dia hancurkan dan bangkitkan. Apalagi nilai? Yang hanya berupa huruf. Itu mudah!.

Narasumber : Penulis ( SRI OKTAPIANI )

BIODATA PENULIS

Nama saya Sri Oktapiani lahir pada tanggal 26 September 1994 di Pasar XII. Bertempat tinggal di dusun Pasar XII, desa Suka Mulia,  Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Anak pertama dari 4 bersaudara. Membaca, menulis, dan memasak adalah hobi saya. Riwayat pendidikan, SDN 056616 Pasar XII Kota Lama ( 2000- 2006), MTsN Stabat ( 2006-2009), MAN Stabat ( 2009- 2012). Saat ini pendidikan yang saya jalani sebagai mahasiswa di kampus Universitas Negeri Medan jurusan Pendidikan Matematika. Akun fb Sri Oktapiani. “ Bergerak untuk misi, berjuang demi visi”. Allahu Akbar!

Rabu, 10 Juli 2013

Minta Dan Dapatkan

Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)”. (Q.S Ibrahim, 14:34)
Coba kita ingat-ingat kembali, apa yang telah kita minta kemarin, seminggu yang lalu bahkan jauh sebelum itu. Apakah hari ini telah kita peroleh? Jika belum, mohon sabar hingga akhir tulisan ini. Sesungguhnya, segala sesuatu yang kita miliki hari ini adalah apa yang sudah kita minta sebelumnya dan akhirnya kita memperolehnya. Allah memenuhi semua atau sebagian dari apa yang orang minta. Kita bisa memintanya dengan merumuskan sebuah doa atau sekedar keinginan yang terbersit dalam pikiran kita. Semuanya sama karena Allah mengetahui setiap pikiran kita.
Keyakinan kita bahwa Allah akan memberikan apa yang kita minta itu berarti kita mengakui kekuasaan Allah dan cinta-Nya kepada kita. Nabi Muhammad saw bersabda,”Meminta adalah inti ibadah.”
Nah, kalau meminta adalah ibadah, maka sering-seringlah meminta agar makin banyak ibadah kita. Bukan begitu? Meminta apa saja, kita bisa meminta apa saja dari hal-hal yang kecil, atau kita bisa memohon untuk hal-hal yang besar. Semua terserah pada kita. Nabi Muhammad saw. Menganjurkan bahwa “ Ketika salah satu kalian meminta sesuatu, maka sebaiknya ia memperbesar permintaannya, karena sesungguhnya ia meminta pada Tuhannya, Yang Mahamulia dan Mahatinggi.”
Ketahuilah bahwa orang-orang yang meminta hal-hal kecil akan mendapatkan beberapa dari permintaan itu. Ingat hanya beberapa. Sedangkan mereka yang meminta hal-hal yang besar  maka mereka akan mendapatkan sebagian dari yang mereka minta.
Seperti halnya begini, bagi mereka yang memberi sumbangan kecil, maka imbalannya pun kecil, sedangkan mereka yang memberikan konstribusi besar akan menerima imbalan yang besar pula. Dalam hal ini, bukan maksud ingin hitung-hitungan. So, semuanya itu terserah kita, apakah kita mau memainkan peran kecil atau besar. Tentunya Allah tidak membuat batasan permintaan itu untuk kita.
Lalu, bagaimana ketika keinginan itu juga tak kunjung diberikan?
Ya kita jangan mau enaknya saja donk, setiap meminta terus langsung dapat begitu? Hari ini minta hari ini dapat. Tidak begitu juga. Walaupun sebenarnya tidak ada yang tidak mungkin ketika Allah telah berkehendak. Tetapi kita juga harus tahu agar setiap mimpi dan keinginan kita dapat tercapai, penting dan wajib hukumnya untuk kita meyakini bahwa semua mimpi dan keinginan itu mampu kita raih. Hanya saja waktunya yang akan menentukan dan usaha yang kita lakukan. Akan ada jeda waktu antara rumusan doa kita dan perwujudan keinginan tersebut. Kuncinya kita harus sabar seiring dengan perjalanan waktu dan teruslah berusaha mengejar mimpi dan keinginan itu sekuat yang kita bisa. Nabi Muhammad saw. bersabda , “ Doamu akan dijawab asalkan kamu sabar dan tidak mengucapkan, ‘Aku sudah sering berdoa tetapi belum juga dikabulkan’.”
Perhatikan kembali bagian kedua ayat ini: Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya.
Siapa yang bisa menghitung nikmat yang telah Allah berikan terhitung sejak kita lahir sampai sekarang ini? Kira- kira berapa angka yang akan memenuhi kertas ini jika itu dapat terhitung. Yang jago matematika atau para ahli matematika coba dihitung dulu deh. Sanggupkah? Tidak, jelas tidak.
Segala sesuatu yang kita miliki di dalam hidup, kita temukan dengan cara meminta dan menginginkan sehingga begitu banyak keinginan kita yang dikabulkan. Bila kita mengakui seberapa besar pemberian dari yang kita minta. Maka itu sangat besar. Belum lagi pemberian Allah kepada kita diluar apa yang kita minta. Sungguh tak terhitung lagi semua itu. Maka sudah sepantasnya kita bersyukur mendapatkan lebih dari apa yang kita minta.
Kemudian, perhatikan kembali bagian akhir ayat itu : Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).
Banyak orang berada dalam kabut kegelapan mengenai kebijaksanaan yang diajarkan ayat ini. Mereka tidak menyadari bahwa mereka bisa memperoleh kehidupan yang lebih baik dengan cara meminta kepada Tuhan-Nya. Daripada berharap memperbaiki hidup, dengan menghabiskan waktu hanya untuk mengeluh dan mengeluh tentang apa yang mereka punya dan akhirnya hanya terpaku disitu-situ saja.
Banyak juga orang merasa mereka terjebak oleh kondisi mereka sendiri. Mereka memiliki keyakianan bahwa rintangan di depan mereka begitu rumit untuk ditangani. Kita kerap mendengar orang berkata, ‘ Aku ingin melakukan banyak hal, tapi aku nggak bisa begini, gak bisa begitu, karena alasan beginilah begitulah yang semua itu hanya alasan yang akan mematikan keyakinan akan mimpi mereka sendiri. Keyakinan semacam ini menunjukkan kesalahpahaman pandangan bahwa Allah tidak memiliki kuasa untuk mencairkan rintangan dan hambatan dalam hidupnya. Nabi Muhammad saw. berkata, “ Doa bisa mengatasi takdir.”
Kita bisa meyakini bahwa Allah memberikan segla sesuatu yang kita inginkan kecuali hal-hal yang tidak baik buat kita. Jika kita bertahan dengan keimanan. Maka pada saatnya nanti, kita akan melihat kondisi kita berubah dan membuahkan hasil apa yang selama ini kita cari.
Bersyukurlah - Minta – Berusaha - Bersabarlah -  Dapatkan segera mimpimu !!!


Minggu, 30 Juni 2013

Egois? Bersujudlah....





Siapa yang pernah egois? Dan siapa yang mengaku bahwa dirinya tidak pernah egois? Sejatinya, nggak ada manusia yang nggak egois, tentu dalam kadar yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Sepihak, egoisme penting sebagai wujud eksistensi kita sebagai manusia. Tanpa egoisme sama sekali muskil kita bisa memiliki prinsip hidup. Betul atau benar? Orang yang hidup tanpa prinsip sejatinya dia tidak lagi hidup karena ia tak lagi memiliki orientasi yang jelas dalam hidupnya.
Sampai disini, menjadi sosok yang egois penting, bukan?
Tetapi, dipihak lain, terlalu egois juga nggak sehat lho.egoisme yang berlebihan akan membuat diri kita antikritik., sepet kepada ragam masukan sepositif apa pun, lantaran itu semua ditampiknya sebagai pengerdilan atas eksistensinya.
Contoh sederhana sering kita lihat atau bahkan kita alami sendiri saat kita marah atau benci kepada seseorang, entah sahabat, saudara, pacar, dll, yang semua ragam kemarahan dan kebencian itu berpijak pada egoisme diri.
Saat kita dikuasai egoisme, seketika kita kehilangan sepenuhnya akal sehat kita, bukan nurani. Kalau nurani, selalu saja eksis dan membisikkan kepada kita dengan setiap bahwa kritiknya benar, pendapatnya lebih baik. Tetapi, kita lebih sering gagal mengikuti kata hati itu lantaran otak kita keburu mampet disumbat aliran darah yang super cepat dipompa egoisme itu.
Nggak heran kan, dalam keadaan egois yang yang lazimnya berwujud amarah dan benci, ucapan dan tindakan kita sering ngawur, kacau, negatif, jauh sekali dari nilai kebaikan yang mestinya kita pegang selalu, yang kemudian kita akui dalam hati sebagai yang benar, sesaat setelah egoisme itu mengendur.
Dan, surely, egoisme yang berlebihan ini, tidak pada porsinya ini, hanya memicu kerusakan dalam hidup kita untuk lantas kita sesali kebodohan ucapan dan tindakan kita. Tapi, ya gitu deh, nasi sudah jadi bubur. Kata-kata tajam telah kita coretkan ke kulit seseorang hingga ia terluka. Dan, luka akibat tamparan egoisme kita itu akan terus membekas.
Sesal tak pernah mampu mengobati dan menghilangkan luka perih itu, bukan? So, idealnya kita janganlah melukai perasaan orang lain akibat kita gagal mengendalikan egoisme kita.
Tapi, gimana nih, sulit banget mewujudkan itu, kan?
Ya, betul, sulit sekali. Dan, justru karena sulitnya ia untuk ditegakkan, maka siapapun yang mampu menegakkannya, dialah sungguh orang yang mulia, yang betul-betul muslim kaffah itu.
Tetapi, tahukah Anda bahwa ternyata Allah sudah menyediakan “alat terapi” bagi kita untuk mengendalikan egoisme diri itu?
Sujud!
Ya, bersujud.
Coba cermati dan renungkan, mengapa sikap sujud itu disediakan dalam shalat kita? Mengapa pula sujud itu dalam posisi jidat ditundukkan begitu rendahnya, sejajar dengan kaki kita yang rendah?
Kita tahu , kepala adalah simbol keagungan diri kita sebagai manusia. Itulah sebabnya kepala ada di atas selalu. Di kepala kita otak disematka, organ berpikir yang dengannya (berpikir) kita menjadi berbeda dengan binatang yang punya organ otak tapi tak bisa berpikir. Maka dari itu, manusia yang tidak bisa berpikir sesungguhnya bukanlah manusia, tetapi kita dikendalikan. Ibarat mobil, di kepalalah letak ICU-nya. Komputernya. Jadi, jelas sekali bahwa kepala adalah simbolisasi paling sempurna kemuliaan manusia.
Posisi kepala bertolak belakang dengan posisi kaki. Kaki, meski dipasangi sepatu semahal apapun, tetap saja posisinya di bawah, di tanah, dan kadang kala menginjak kotoran dan lumpur. So, kaki adalah simbolisasi paling rendah eksistensi manusia.
Dalam sujud Allah memerintahkan kita untuk meletakkan kepala sama rendahnya dengan kaki kita. Kepala sebagai simbol termulia diri kita diperintahkan untuk direndahkan sama rendahnya dengan kaki kita. Itu berarti, dengan posisi kepala sedemikian rendahnya dalam sikap sujud, Tuhan hendak mendorong kita untuk memahami dan menyadari selalu bahwa eksistensi kita ini, yang sering begitu kita muliakan sedemikian langitnya, yang berkatnya kita sering menjadi arogan, marahan, penuh dendam dan seabrek turunan egoisme lainnya, tidaklah lebih mulia dari nistanya tanah, debu, dan kotoran. Kepala yang kita unggulkan (seabrek egoisme di dalamnya) sungguh begitu nyata dihancur- leburkan oleh Allah dalam sikap sujud itu.
Sadar bahwa kita ini hanyalah makhluk rendah, nisbi, dan fana, jelas akan mendorong kita untuk mampu bersikap rendah hati. Tidak sadar bahwa diri ini hanyalah makhluk lemah, jelas hanya akan membuat diri kita merasa kuat, gagah, perkasa, pintar, hebat, kaya, berpangkat, dll, yang sempurna menjadikan kita selalu sombong dan penuh egoisme. So, kita mau pilih yang man? Yang sadar bahwa diri ini hina, nista, rendah, setara dengan kaki yang sudah menginjak sampah dan kotoran, ataukah kita akan memilih menjadi kelompok yang nggak sadar akan kelmahan diri kita sehingga terus merasa terunggul dan terhebat?
Sebagai “ atau terapi”, tentu saj sujud tidak memberika keberhasilan terapi bagi pelakunya. Sama persis dengan obat – obatan apapun yang tidak selalu berhasil menyembuhkan keluhan sakit kita. Apakah obatnya yang salah kalau ternyata nggak berhasil?
Apkaah sujudnya yang tidak manjur lagi? Tentu bukan. Tetapi kita sajalah yang gagal menyerap hikmah besar dari “ alat terapi” sujud itu. Bahwa sujud adalah simbolisasi kerendahan dan kelemahan diri kita, tidak selalu ini berhasil kita pahami. Sebagai lain, meski telah memahaminya tetap saja gagal untuk menancapkannya sebagai prinsip kesadaran dalam setiap tindak- lakunya.
Karenanya, soal berhasil gagalnya sujud kita untuk menerapi egoisme diri kita sepenuhnya tergantung pada seberapa mampu kita menyerap hikmah sujud dan kemudian menancapkannya di dalam hati sebagai pandu setiap tindakan keseharian kita.
Jika kita sadar bahwa kita ini tiada artinya, tiada kekuatan sama sekali, di hadapan-Nya yang itu kita raih dari posisi sujud itu, lantas kesadaran ini menjiwai setiap tindakan keseharian kita, yang terwujud dalam sikap rendah hati kepada orang lain, maka itu pertanda bahwa kita telah berhasil dalam menerapi egoisme diri melalui sujud. Sebaliknya, jika kita sudah sering rajin sujud, tetapi kita tak menggali makna simbolik apa pun darinya, sehingga sujud kita sama sekali nggak beda dengan gerakan senam saja, maka otomatis kita takkan mampu mengendalikan egoisme kita. Sehingga, sikap keseharian kita tetaplah sedemikian arogan, angkuh, sok, dan egois sekali.
Begitulah. Anda tinggal memilih mau jadi yang seperti apa, meski anda dan saya sama – sama menempuh  alat terapi yasma , sujut yang sama. Yang  mana pun yang Anda pilih, akan menjadi seperti  itu lah perilaku keseharian anda, akan menjadi sedemikian pulalah personality Anda, dan akan kembali kepada anda sendirilah konsekuensinya.
Tuhan telah menyediakan sujud sebagai sarananya , kini tinggal kita sendiri mau gimana . . .