Apa sih maksudnya? Gak ngerti gue.... masa berpakaian kok telanjang pula.
Bukannya berpakaian itu kan berarti kita memakai baju, kalau pakai baju ya, kenapa
dikatakan telanjang ( upps,,, maaf ya) bingung deh....
Nah, untuk menjawab itu, sabar-sabar ya baca penjelasan yang lumayang
panjang ini.... J. Insya Allah gak nyesal
bacanya. . . ( Khususnya bagi sahabat ana kaum Hawa)
Saat ini sangat berbeda dengan beberapa tahun
silam. Sekarang para wanita sudah banyak yang mulai membuka aurat. Bukan hanya
kepala yang dibuka atau telapak kaki, yang di mana kedua bagian ini wajib
ditutupi. Namun, sekarang ini sudah banyak yang berani membuka paha dengan
memakai celana atau rok setinggi betis. Ya Allah, kepada Engkaulah kami
mengadu, melihat kondisi zaman yang semakin rusak ini. Kami tidak tahu beberapa
tahun mendatang, mungkin kondisinya akan semakin parah dan lebih parah dari
saat ini. Mungkin beberapa tahun lagi, berpakaian ala barat yang transparan dan
sangat memamerkan aurat akan menjadi budaya kaum muslimin. Semoga Allah
melindungi keluarga kita dan generasi kaum muslimin dari musibah ini.
Lihat sobat, dan bandingkan anggunan mana.... ??? hayoo jujur ya,,,
Tanda Benarnya Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau
berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِنْفَانِ
مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ
مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ
يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ
مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang
belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi
untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang,
berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita
seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun
baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128)
Hadits ini merupakan tanda mukjizat kenabian.
Kedua golongan ini sudah ada di zaman kita saat ini. Hadits ini sangat mencela
dua golongan semacam ini. Kerusakan seperti ini tidak muncul di zaman Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam karena sucinya zaman beliau, namun kerusakan ini baru terjadi
setelah masa beliau hidup (Lihat Syarh Muslim, 9/240 dan Faidul Qodir, 4/275). Wahai
Rabbku. Dan zaman ini lebih nyata lagi terjadi dan kerusakannya lebih
parah.
Sahabat, pahamilah makna ‘kasiyatun ‘ariyatun’
An Nawawi dalam Syarh Muslim ketika menjelaskan
hadits di atas mengatakan bahwa ada beberapa makna kasiyatun ‘ariyatun.
Makna pertama: wanita yang
mendapat nikmat Allah, namun enggan bersyukur kepada-Nya.
Makna kedua: wanita yang
mengenakan pakaian, namun kosong dari amalan kebaikan dan tidak mau
mengutamakan akhiratnya serta enggan melakukan ketaatan kepada Allah.
Makna ketiga: wanita yang
menyingkap sebagian anggota tubuhnya, sengaja menampakkan keindahan tubuhnya.
Inilah yang dimaksud wanita yang berpakaian tetapi telanjang.
Makna keempat: wanita yang
memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya. Wanita tersebut
berpakaian, namun sebenarnya telanjang. (Lihat Syarh Muslim, 9/240)
Pengertian yang disampaikan An Nawawi di atas,
ada yang bermakna konkrit dan ada yang bermakna maknawi (abstrak). Begitu pula
dijelaskan oleh ulama lainnya sebagai berikut. Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah
mengatakan, “Makna kasiyatun ‘ariyatun adalah para wanita yang memakai pakaian
yang tipis yang menggambarkan bentuk tubuhnya, pakaian tersebut belum menutupi
(anggota tubuh yang wajib ditutupi dengan sempurna). Mereka memang berpakaian,
namun pada hakikatnya mereka telanjang.” (Jilbab Al Mar’ah Muslimah, 125-126)
Al Munawi dalam Faidul Qodir mengatakan
mengenai makna kasiyatun ‘ariyatun, “Senyatanya memang wanita tersebut
berpakaian, namun sebenarnya dia telanjang. Karena wanita tersebut mengenakan
pakaian yang tipis sehingga dapat menampakkan kulitnya. Makna lainnya adalah
dia menampakkan perhiasannya, namun tidak mau mengenakan pakaian takwa. Makna
lainnya adalah dia mendapatkan nikmat, namun enggan untuk bersyukur pada Allah.
Makna lainnya lagi adalah dia berpakaian, namun kosong dari amalan kebaikan.
Makna lainnya lagi adalah dia menutup sebagian badannya, namun dia membuka
sebagian anggota tubuhnya (yang wajib ditutupi) untuk menampakkan keindahan
dirinya.” (Faidul Qodir, 4/275)
Hal yang sama juga dikatakan oleh Ibnul Jauziy.
Beliau mengatakan bahwa makna kasiyatun ‘ariyatun ada tiga makna.
Pertama: wanita yang
memakai pakaian tipis, sehingga nampak bagian dalam tubuhnya. Wanita seperti
ini memang memakai jilbab, namun sebenarnya dia telanjang.
Kedua: wanita yang
membuka sebagian anggota tubuhnya (yang wajib ditutup). Wanita ini sebenarnya
telanjang.
Ketiga: wanita yang
mendapatkan nikmat Allah, namun kosong dari syukur kepada-Nya. (Kasyful Musykil
min Haditsi Ash Shohihain, 1/1031)
Kesimpulannya adalah kasiyatun
‘ariyat dapat kita maknakan: wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak
bagian dalam tubuhnya dan wanita yang membuka sebagian aurat yang wajib dia
tutup.
Tidakkah Engkau Takut dengan Ancaman Ini ????
Lihatlah ancaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Memakaian pakaian tetapi sebenarnya telanjang, dikatakan oleh beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan
tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan
sekian.” Perhatikanlah saudariku, ancaman ini bukanlah ancaman biasa. Perkara
ini bukan perkara sepele. Dosanya bukan hanya dosa kecil. Lihatlah ancaman Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas. Wanita seperti ini dikatakan tidak akan
masuk surga dan bau surga saja tidak akan dicium. Tidakkah kita takut dengan
ancaman seperti ini?
An Nawawi rahimahullah menjelaskan maksud sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘wanita tersebut tidak akan masuk surga’.
Inti dari penjelasan beliau rahimahullah: Jika wanita tersebut menghalalkan
perbuatan ini yang sebenarnya haram dan dia pun sudah mengetahui keharaman hal
ini, namun masih menganggap halal untuk membuka anggota tubuhnya yang wajib
ditutup (atau menghalalkan memakai pakaian yang tipis), maka wanita seperti ini
kafir, kekal dalam neraka dan dia tidak akan masuk surga selamanya. Dapat kita
maknakan juga bahwa wanita seperti ini tidak akan masuk surga untuk pertama
kalinya. Jika memang dia ahlu tauhid, dia nantinya juga akan masuk surga. Wallahu
Ta’ala a’lam. (Lihat Syarh Muslim, 9/240)
Jika ancaman ini telah jelas, lalu kenapa
sebagian wanita masih membuka auratnya di khalayak ramai dengan memakai rok
hanya setinggi betis? Kenapa mereka begitu senangnya memamerkan paha di depan
orang lain? Kenapa mereka masih senang memperlihatkan rambut yang wajib
ditutupi? Kenapa mereka masih menampakkan telapak kaki yang juga harus
ditutupi? Kenapa pula masih memperlihatkan leher?!
Sadarlah, wahai saudariku! Bangkitlah dari
kemalasanmu! Taatilah Allah dan Rasul-Nya! Mulailah dari sekarang untuk merubah
diri menjadi yang lebih baik ....
Dan
Pakaian Yang Mesti Engkau Pakai, Sahabatku...
Betapa banyak kita lihat saat ini,
wanita-wanita berbusana muslimah, namun masih dalam keadaan ketat. Sungguh
kadang hati terasa perih. Apa bedanya penampilan mereka yang berkerudung dengan
penampilan wanita lain yang tidak berkerudung jika sama-sama ketatnya[?]
Oleh karena itu, pembahasan kita saat ini
adalah mengenai pakaian wanita muslimah yang seharusnya mereka pakai.
Pembahasan kali ini adalah lanjutan dari pembahasan "Wanita yang
Berpakaian Tetapi Telanjang". Semoga bermanfaat. Hanya Allah lah yang dapat
memberi taufik dan hidayah.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا
أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ
أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ
اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu,
anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: "Hendaklah mereka
mendekatkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu
supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan
Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab [33] : 59).
Jilbab bukanlah penutup wajah, namun jilbab adalah kain yang dipakai oleh
wanita setelah memakai khimar. Sedangkan khimar adalah penutup kepala.
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَقُلْ
لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا
مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“Katakanlah kepada wanita yang beriman:
"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah
mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.”
(QS. An Nuur [24] : 31). Berdasarkan tafsiran Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Atho’ bin
Abi Robbah, dan Mahkul Ad Dimasqiy bahwa yang boleh ditampakkan adalah wajah
dan kedua telapak tangan.
Dari tafsiran yang shohih ini terlihat bahwa
wajah bukanlah aurat. Jadi, hukum menutup wajah adalah mustahab (dianjurkan).
Syarat Pakaian Wanita yang Harus Diperhatikan
Pakaian wanita yang benar dan sesuai dengan
tuntunan Allah dan Rasul-Nya memiliki syarat-syarat. Jadi belum tentu setiap
pakaian yang dikatakan sebagai pakaian muslimah atau dijual di toko muslimah
dapat kita sebut sebagai pakaian yang syar’i. Semua pakaian tadi harus kita
kembalikan pada syarat-syarat pakaian muslimah. Para ulama telah menyebutkan
syarat-syarat ini dan ini semua tidak menunjukkan bahwa pakaian yang memenuhi
syarat seperti ini adalah pakaian golongan atau aliran tertentu. Tidak sama
sekali. Semua syarat pakaian wanita ini adalah syarat yang berasal dari Al
Qur’an dan hadits yang shohih, bukan pemahaman golongan atau aliran tertentu.
Kami mohon jangan disalah pahami. Ulama yang merinci syarat ini dan sangat
bagus penjelasannya adalah Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah
–ulama pakar hadits abad ini-. Lalu ada ulama yang melengkapi syarat yang
beliau sampaikan yaitu Syaikh Amru Abdul Mun’im hafizhohullah. Ingat sekali
lagi, syarat yang para ulama sebutkan bukan mereka karang-karang sendiri. Namun
semua yang mereka sampaikan berdasarkan Al Qur’an dan hadits yang shohih.
Syarat pertama: pakaian
wanita harus menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Ingat,
selain kedua anggota tubuh ini wajib ditutupi termasuk juga telapak kaki.
Syarat kedua: bukan pakaian
untuk berhias seperti yang banyak dihiasi dengan gambar bunga apalagi yang
warna-warni, atau disertai gambar makhluk bernyawa, apalagi gambarnya lambang
partai politik! Yang terkahir ini bahkan bisa menimbulkan perpecahan di antara
kaum muslimin. Allah Ta’ala berfirman,
وَقَرْنَ
فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan
janganlah kamu ber-tabarruj seperti orang-orang jahiliyyah pertama.”
(QS. Al Ahzab : 33). Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan
perhiasan dan kecantikannya serta segala sesuatu yang mestinya ditutup karena
hal itu dapat menggoda kaum lelaki.
Ingatlah, bahwa maksud perintah untuk
mengenakan jilbab adalah perintah untuk menutupi perhiasan wanita. Dengan
demikian, tidak masuk akal bila jilbab yang berfungsi untuk menutup perhiasan
wanita malah menjadi pakaian untuk berhias sebagaimana yang sering kita
temukan.
Syarat ketiga: pakaian
tersebut tidak tipis dan tidak tembus pandang yang dapat menampakkan bentuk
lekuk tubuh. Pakaian muslimah juga harus longgar dan tidak ketat sehingga tidak
menggambarkan bentuk lekuk tubuh.
Dalam sebuah hadits shohih, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Dua golongan dari penduduk neraka yang belum
pernah aku lihat, yaitu : Suatu kaum yang memiliki cambuk, seperti ekor sapi
untuk memukul manusia dan para wanita berpakaian tapi telanjang,
berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring, wanita
seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun
baunya tercium selama perjalanan ini dan ini.” (HR.Muslim)
Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan,
“Makna kasiyatun ‘ariyatun adalah para wanita yang memakai pakaian yang tipis
sehingga dapat menggambarkan bentuk tubuhnya, pakaian tersebut belum menutupi
(anggota tubuh yang wajib ditutupi dengan sempurna). Mereka memang berpakaian,
namun pada hakikatnya mereka telanjang.” (Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah,
125-126) Cermatilah, dari sini kita bisa menilai apakah jilbab gaul yang tipis
dan ketat yang banyak dikenakan para mahasiswi maupun ibu-ibu di sekitar kita
dan bahkan para artis itu sesuai syari’at atau tidak.
Syarat keempat: tidak diberi
wewangian atau parfum. Dari Abu Musa Al Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا
امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ
زَانِيَةٌ
“Perempuan mana saja yang memakai wewangian,
lalu melewati kaum pria agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah wanita
pezina.” (HR. An Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Syaikh Al Albani dalam
Shohihul Jami’ no. 323 mengatakan bahwa hadits ini shohih). Lihatlah ancaman
yang keras ini!
Syarat kelima: tidak boleh
menyerupai pakaian pria atau pakaian non muslim. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhu berkata,
لَعَنَ
النَّبِىُّ
- صلى
الله عليه وسلم - الْمُخَنَّثِينَ مِنَ الرِّجَالِ ، وَالْمُتَرَجِّلاَتِ مِنَ النِّسَاءِ
“Rasulullah melaknat kaum pria yang menyerupai
kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupai kaum pria.” (HR. Bukhari no. 6834)
Sungguh meremukkan hati kita, bagaimana kaum
wanita masa kini berbondong-bondong merampas sekian banyak jenis pakaian pria.
Hampir tidak ada jenis pakaian pria satu pun kecuali wanita bebas-bebas saja
memakainya, sehingga terkadang seseorang tak mampu membedakan lagi, mana yang
pria dan wanita dikarenakan mengenakan celana panjang. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka
dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam
Iqtidho’ mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus) Betapa sedih hati ini
melihat kaum hawa sekarang ini begitu antusias menggandrungi mode-mode busana
barat baik melalui majalah, televisi, dan foto-foto tata rias para artis dan
bintang film. Laa haula walaa quwwata illa billah.
Syarat keenam: bukan pakaian
untuk mencari ketenaran atau popularitas (baca: pakaian syuhroh). Dari Abdullah
bin ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ فِى الدُّنْيَا أَلْبَسَهُ اللَّهُ
ثَوْبَ مَذَلَّةٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ أَلْهَبَ فِيهِ
نَارًا
“Barangsiapa mengenakan pakaian syuhroh di
dunia, niscaya Allah akan mengenakan pakaian kehinaan padanya pada hari kiamat,
kemudian membakarnya dengan api neraka.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah. Syaikh
Al Albani mengatakan hadits ini hasan)
Pakaian syuhroh di sini bisa bentuknya adalah
pakaian yang paling mewah atau pakaian yang paling kere atau kumuh sehingga
terlihat sebagai orang yang zuhud. Kadang pula maksud pakaian syuhroh adalah
pakaian yang berbeda dengan pakaian yang biasa dipakai di negeri tersebut dan tidak
digunakan di zaman itu. Semua pakaian syuhroh seperti ini terlarang.
Syarat ketujuh: pakaian
tersebut terbebas dari salib. Dari Diqroh Ummu Abdirrahman bin Udzainah, dia
berkata,
كُنَّا
نَطُوفُ بِالْبَيْتِ مَعَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ فَرَأَتْ عَلَى امْرَأَةٍ بُرْداً
فِيهِ تَصْلِيبٌ فَقَالَتْ أُمُّ الْمُؤْمِنِينَ اطْرَحِيهِ اطْرَحِيهِ فَإِنَّ رَسُولَ
اللَّهِ
-صلى
الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا رَأَى نَحْوَ
هَذَا قَضَبَهُ
“Dulu kami pernah berthowaf di Ka’bah bersama
Ummul Mukminin (Aisyah), lalu beliau melihat wanita yang mengenakan burdah yang
terdapat salib. Ummul Mukminin lantas mengatakan, “Lepaskanlah salib tersebut.
Lepaskanlah salib tersebut. Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
ketika melihat semacam itu, beliau menghilangkannya.” (HR. Ahmad. Syaikh
Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan) Ibnu Muflih dalam Al
Adabusy Syar’iyyah mengatakan, “Salib di pakaian dan lainnya adalah sesuatu
yang terlarang. Ibnu Hamdan memaksudkan bahwa hukumnya haram.”
Syarat kedelapan: pakaian
tersebut tidak terdapat gambar makhluk bernyawa (manusia dan hewan). Gambar
makhluk juga termasuk perhiasan. Jadi, hal ini sudah termasuk dalam larangan
bertabaruj sebagaimana yang disebutkan dalam syarat kedua di atas. Ada pula
dalil lain yang mendukung hal ini. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau
berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki rumahku, lalu di sana ada
kain yang tertutup gambar (makhluk bernyawa yang memiliki ruh, pen). Tatkala
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya, beliau langsung merubah warnanya
dan menyobeknya. Setelah itu beliau bersabda,
إِنَّ
أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ القِيَامَةِ الذِّيْنَ يُشَبِّهُوْنَ ِبخَلْقِ اللهِ
”Sesungguhnya manusia yang paling keras
siksaannya pada hari kiamat adalah yang menyerupakan ciptaan Allah.”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan ini adalah lafazhnya. Hadits ini juga
diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, An Nasa’i dan Ahmad)
Syarat kesembilan: pakaian
tersebut berasal dari bahan yang suci dan halal.
Syarat kesepuluh: pakaian
tersebut bukan pakaian kesombongan.
Syarat kesebelas: pakaian
tersebut bukan pakaian pemborosan .
Syarat keduabelas: bukan pakaian
yang mencocoki pakaian ahlu bid’ah. Seperti mengharuskan memakai pakaian hitam
ketika mendapat musibah sebagaimana yang dilakukan oleh Syi’ah Rofidhoh pada
wanita mereka ketika berada di bulan Muharram. Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan
bahwa pengharusan seperti ini adalah syi’ar batil yang tidak ada landasannya.
Inilah penjelasan ringkas mengenai
syarat-syarat jilbab. Jika pembaca ingin melihat penjelasan selengkapnya,
silakan lihat kitab Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah yang ditulis oleh Syaikh
Muhammad Nashiruddin Al Albani. Kitab ini sudah diterjemahkan dengan judul
‘Jilbab Wanita Muslimah’. Juga bisa dilengkapi lagi dengan kitab Jilbab Al
Mar’ah Al Muslimah yang ditulis oleh Syaikh Amru Abdul Mun’im yang melengkapi
pembahasan Syaikh Al Albani.
Terakhir, kami nasehatkan kepada kaum pria
untuk memperingatkan istri, anggota keluarga atau saudaranya mengeanai masalah
pakaian ini. Sungguh kita selaku kaum pria sering lalai dari hal ini. Semoga
ayat ini dapat menjadi nasehatkan bagi kita semua.
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ
شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا
أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6)
Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua
dalam mematuhi setiap perintah-Nya dan menjauhi setiap larangan-Nya.
Alhamdullillahilladzi bi ni’matihi tatimmush
sholihat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar